Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan, dr Tjandra Yoga Aditama mengatakan, obat yang
kini digunakan untuk mengobati Multi Drug Tuberkulosis (MDR TB) sudah
tidak berefek ampuh. MDR TB merupakan Tuberkulosis yang sudah kebal pada
obat yang kini biasa digunakan. Oleh karena itu, diperlukan obat baru
yang dapat mengobati TB.
Ia mengatakan, saat ini Jepang sudah membuat satu obat TB baru yang bernama Delamanide. Dalam penelitian, obat tersebut dinilai berhasil cukup baik meningkatkan konversi kultur sputum sebesar 50% dan penurunan kematian hingga 75%. Obat Delamanid ini tergolong nitroimidazole yang bekerja menghambat mycolic acid dan tidak memiliki resistensi silang dengan obat anti TB yang lain.
"Obat ini sudah masuk dalam guideline WHO pada Oktober 2014. Rencananya, akan dilakukan penelitian selanjutnya terkait obat TB, termasuk di Indonesia," katanya.
Selain obat untuk MDR TB, di Jepang juga diproduksi cara mendiagnosis TB yang baru yang bernama LAM (lipoarabinoman). Kelebihan tehnik ini disampaikan dokter Tjandra, diantaranya memiliki afinitas tinggi untuk diagnosis dan memonitor pengobatan. Tidak ada reaktifitas silang sehingga cukup sensitif, menggunakan bahan sample sputum dan bukan darah. Hasil dari obat ini didapat dirasakan cukup dalam 1 hari. "Saat ini sedang dilakukan penelitian tentang LAM ini di Indonesia."
Ia mengatakan, saat ini Jepang sudah membuat satu obat TB baru yang bernama Delamanide. Dalam penelitian, obat tersebut dinilai berhasil cukup baik meningkatkan konversi kultur sputum sebesar 50% dan penurunan kematian hingga 75%. Obat Delamanid ini tergolong nitroimidazole yang bekerja menghambat mycolic acid dan tidak memiliki resistensi silang dengan obat anti TB yang lain.
"Obat ini sudah masuk dalam guideline WHO pada Oktober 2014. Rencananya, akan dilakukan penelitian selanjutnya terkait obat TB, termasuk di Indonesia," katanya.
Selain obat untuk MDR TB, di Jepang juga diproduksi cara mendiagnosis TB yang baru yang bernama LAM (lipoarabinoman). Kelebihan tehnik ini disampaikan dokter Tjandra, diantaranya memiliki afinitas tinggi untuk diagnosis dan memonitor pengobatan. Tidak ada reaktifitas silang sehingga cukup sensitif, menggunakan bahan sample sputum dan bukan darah. Hasil dari obat ini didapat dirasakan cukup dalam 1 hari. "Saat ini sedang dilakukan penelitian tentang LAM ini di Indonesia."
-->
0 komentar:
Posting Komentar