Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencabut peraturan yang mengatur
praktik sunat untuk perempuan. Sebab praktik sunat perempuan di Indonesia berbeda dengan Afrika. Di Afrika, sunat perempuan dilakukan dengan cara mutilasi.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Ali Qufron di Jakarta.
Qufron mengatakan Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 dibuat karena
banyak yang menganggap sunat perempuan Indonesia sama dengan Afrika.
Namun anggapan itu ternyata berbeda. Proses sunat perempuan di
Indonesia hanya dengan menggores kulit yang menutupi bagian depan
klitoris dengan jarum steril tanpa melukainya.
Qufron mengaku Kemenkes tengah mengedukasi dan menyosialisasikan
keputusan itu kepada tenaga medis. Menurut Kemenkes, sunat perempuan tak
ada manfaatnya. Namun bila tenaga medis atau warga ingin tetap
melakukannya, Qufron menegaskan tak ada sanksi apapun.
Pencabutan peraturan tersebut tidak banyak diketahui khalayak termasuk
organisasi perempuan Kalyanamitra. Peneliti Kalyanamitra Djoko Sulistyo
mengatakan pencabutan peraturan menteri kesehatan tentang praktik sunat
perempuan itu seharusnya disosialisasikan ke semua pihak.
Meski demikian dia mengapresiasi pencabutan tersebut. Karena menurutnya,
kebijakan 2010 itu membuka peluang dan memberi otoritas bagi tenaga
medis untuk melakukan layanan sunat perempuan.
Meskipun peraturan itu telah mengatur prosedur sunat perempuan oleh
tenaga medis di rumah sakit yaitu dengan cara mengores kulit yang
menutupi bagian depan klitors tanpa melukai klitoris dengan menggunakan
jarum steril, tetapi tidak ada yang dapat menjamin praktik tersebut
tidak berisiko bagi perempuan.
Sunat perempuan, kata Djoko, tidak memberikan manfaat apapun karena
tujuan dari sunat perempuan hanya untuk mengekang seksualitas perempuan.
Menurutnya, praktik medikalisasi sunat perempuan dapat digolongkan
sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
"Sunat perempuan tidak ada dalam kurikulum bidan atau dokter. Mereka selama ini melakukannya tidak melalui pendidikan,” ujarnya.
Djoko menambahkan pemerintah seharusnya tegas melarang khitan untuk
perempuan. Harus ada sanksi tegas. Selain itu, pemerintah pun harus
melakukan upaya peningkatan kesadaran, pendidikan dan kampanye secara
luas kepada kelompok-kelompok agama dan budaya, pemimpin politik, dan masyarakat pada umumnya untuk mengubah persepsi budaya dan keyakinan tentang sunat perempuan.
“Harapannya, masyarakat Indonesia sadar betul bahwa praktik itu adalah
praktik yang merugikan perempuan. Biarkan perempuan menikmati tubunya,
biarkan perempuan punya hak atas tubuhnya,” ujarnya.(Voa)
0 komentar:
Posting Komentar