Politeknik Kesehatan Kemenkes

Selasa, 04 Februari 2014

Berikut Alasan Kemenkes Cabut Peraturan soal Khitan Perempuan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencabut peraturan yang mengatur praktik sunat untuk perempuan. Sebab praktik sunat perempuan di Indonesia berbeda dengan Afrika. Di Afrika, sunat perempuan dilakukan dengan cara mutilasi.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Ali Qufron di Jakarta. Qufron mengatakan Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 dibuat karena banyak yang menganggap sunat perempuan Indonesia sama dengan Afrika. Namun anggapan itu ternyata berbeda. Proses sunat perempuan di Indonesia hanya dengan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris dengan jarum steril tanpa melukainya.

Qufron mengaku Kemenkes tengah mengedukasi dan menyosialisasikan keputusan itu kepada tenaga medis. Menurut Kemenkes, sunat perempuan tak ada manfaatnya. Namun bila tenaga medis atau warga ingin tetap melakukannya, Qufron menegaskan tak ada sanksi apapun.

Pencabutan peraturan tersebut tidak banyak diketahui khalayak termasuk organisasi perempuan Kalyanamitra. Peneliti Kalyanamitra Djoko Sulistyo mengatakan pencabutan peraturan menteri kesehatan tentang praktik sunat perempuan itu seharusnya disosialisasikan ke semua pihak.

Meski demikian dia mengapresiasi pencabutan tersebut. Karena menurutnya, kebijakan 2010 itu membuka peluang dan memberi otoritas bagi tenaga medis untuk melakukan layanan sunat perempuan.

Meskipun peraturan itu telah mengatur prosedur sunat perempuan oleh tenaga medis di rumah sakit yaitu dengan cara mengores kulit yang menutupi bagian depan klitors tanpa melukai klitoris dengan menggunakan jarum steril, tetapi tidak ada yang dapat menjamin praktik tersebut tidak berisiko bagi perempuan.

Sunat perempuan, kata Djoko, tidak memberikan manfaat apapun karena tujuan dari sunat perempuan hanya untuk mengekang seksualitas perempuan. Menurutnya, praktik medikalisasi sunat perempuan dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

"Sunat perempuan tidak ada dalam kurikulum bidan atau dokter. Mereka selama ini melakukannya tidak melalui pendidikan,” ujarnya.

Djoko menambahkan pemerintah seharusnya tegas melarang khitan untuk perempuan. Harus ada sanksi tegas. Selain itu, pemerintah pun harus melakukan upaya peningkatan kesadaran, pendidikan dan kampanye secara luas kepada kelompok-kelompok agama dan budaya, pemimpin politik, dan masyarakat pada umumnya untuk mengubah persepsi budaya dan keyakinan tentang sunat perempuan.

“Harapannya, masyarakat Indonesia sadar betul bahwa praktik itu adalah praktik yang merugikan perempuan. Biarkan perempuan menikmati tubunya, biarkan perempuan punya hak atas tubuhnya,” ujarnya.(Voa)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Buku CPNS 2021

Tryaout CPNS 2021