Politeknik Kesehatan Kemenkes

TRY OUT CPNS 2021

Pusat Pembelajaran CPNS ONLINE 2021.

Siap CPNS 2021?

Tersedia Soal-soal CPNS dan Trayout CPNS 2021

Senin, 24 Januari 2011

Suami gemar jajan penyebab perempuan HIV/AIDS


Sedikitnya 1.970 perempuan atau lebih dari separuh dari seluruh perempuan pengidap HIV/AIDS di Indonesia merupakan ibu rumah tangga yang tertular virus dari suami yang gemar ‘jajan’ dan selingkuh.
Hasil ini didapatkan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) terhadap 3.525 perempuan pengidap HIV/AIDS di Indonesia selama 10 tahun terakhir.

"Ironisnya mereka mayoritas ibu rumah tangga yang tertular tidak pernah selingkuh dan menggunakan narkoba," ujar Sekjen KPAN Nafsiah Mboi di Jakarta, Selasa.

Fakta ini terbilang cukup mengejutkan pasalnya resiko tinggi HIV/AIDS sebenarnya berasal dari para penjaja seks, pengguna narkoba suntik dan homo seksual.

Berdasar penelitian Kemenkes, 51,3% penularan AIDS melalui hubungan pria-wanita (heteroseksual). Sementara itu, pekerja seks yang dianggap beresiko tinggi menderita HIV/AIDS hanya sekitar 18% atau 640 orang.

Kerentanan perempuan terhadap HIV/AIDS banyak disebabkan ketimpangan gender yang berakibat pada ketidakmampuan perempuan mengontrol perilaku seksual suaminya. "Kurangnya pengetahuan mengenai seks dan stigma kondom membuat penyebaran HIV/AIDS cepat menjalar." (Alp)

Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Politik, Sosial, dan Hukum Kementerian Pemberdyaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ida Suselo Wulan mengemukakan berdasar hasil studi, kemungkinan perempuan dan remaja putri tertular HIV dua setengah kali laki-laki dan remaja putra.

"UNAIDS melaporkan 67% kasus HIV dan AIDS di negara berkembang pada usia muda, 64% adalah perempuan dan remaja," ujarnya.
Share:

Tenaga Medis Puskemas Dapat Bonus

Bagi para pekerja medis di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) seperti ini merupakan kabar gembira di seluruh Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa seluruh Puskesmas akan mendapatkan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk menunjang pelayanan kesehatan. Untuk tahun ini dana BOK diterima antara Rp75-250 juta setiap puskemas.

“Jumlahnya bervariasi tapi secara keseluruhan jumlahnya naik dibandingkan tahun lalu,” kata Sekretaris Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Dr Wistianto Wisnu di kantornya, Jumat (21/1).

Dia menerangkan, BOK adalah bantuan dana dari pemerintah melalui Kemenkes dalam membantu pemerintahan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan menuju MDGs. Dana ini dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif.

Pada pertengahan tahun 2010 lalu, sebutnya telah diujicobakan dana BOK ini ke sejumlah Puskesmas yakni 303 Puskesmas yang dijadikan ujicoba mendapat bantuan sebesar Rp100 juta setahun. Sedangkan sisa puskesmas lainnya tetap mendapatkan bantuan juga sebesar Rp22 juta untuk puskesmas wilayah timur dan Rp18 juta untuk puskesmas wilayah barat.

“Untuk dana BOK tahun 2011 ini tidak langsung diberikan ke Puskesmas tapi dikelola Dinkes Kabupaten/Kota yang disesuaikan dengan kondisinya, karena dana BOK yang lalu Rp22 juta sudah habis dalam waktu sebulan,” ujarnya.
Wisnu menerangkan, ada beberapa hal yang dipertimbangkan untuk menentukan jumlah dana BOK. Mulai jumlah penduduk, indeks pembangunan manusia, tingkat kemahalan konsumsi dan tingkat kesulitan wilayah atau daerah geografisnya.

“Targetnya akhir Februari dana tersebut sudah ada di Kabupaten yang diberikan sekaligus dan mudah-mudahan bisa terealisasi dengan baik. Untuk sosialisasinya sudah dilakukan dengan menggunakan dana yang ada,” ungkapnya.
Share:

Informasi Lowongan Kerja terbaru

Bagi Anda yang belum mempunyai pekerjaan atau sedang mencari kerja, Informasi Lowongan Kerja terbaru ada di http://lowongan.cpns-id.com/
Share:

tahun 2011, Semua Puskesmas Induk Dapat BOK

Dinas Kesehatan (Dinkes) bisa bernafas lega dalam mengelola puskesmas. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI akan menggelontorkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada Februari mendatang. Penggelontoran kali ini berbeda dengan dana yang dicairkan pada pertengahan 2010 lalu. Pada tahun ini semua puskesmas akan mendapat BOK secara merata.

Kepala Dinkes Surabaya, dr. Esty Martiana Rachmi, menyatakan pencairan BOK pada pertengahan tahun lalu tidak digelontorkan pada semua puskesmas. Hanya sebagaian saja yang mendapatkannya karena pemerintah pusat hanya mengalokasikan bantuan untuk 303 unit puskesmas se-Indonesia saja. “Saya lupa berapa puskesmas yang dapat pada waktu itu. Yang jelas, yang dapat hanya sebagian saja,” kata Esty, Minggu (23/1).

Ke-303 puskesmas yang menjadi proyek ujicoba tersebut mendapat gelontoran dana sebesar Rp 100 juta setahun. Tapi puskesmas yang tidak menjadi proyek ujicoba juga kecipratan dana dari pusat, yaitu sebesar Rp 22 juta untuk puskesmas wilayah timur dan Rp 18 juta untuk puskesmas wilayah barat.

Menurut Esty, pada tahun ini semua puskesmas mendapat dana BOK secara merata. “Rencana pencairan BOK ini sudah disosialisasikan beberapa waktu lalu,” tambahnya.

Perlu diketahui jumlah puskesmas induk dan puskesmas pembantu (pustu) di Surabaya mencapai 123 unit. Perinciannya 53 unit termasuk puskesmas induk dan 70 unit lainnya termasuk puskesmas pembantu. Dijelaskan, yang berhak mendapat gelontoran BOK hanya puskesmas induk saja, sedang pustu tidak mendapatkannya karena pengelolaannya masuk dalam puskesmas induk. “Berati yang dapat nanti hanya 53 unit puskesmas induk saja,” terang Esty.

Gelontoran BOK ini dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat kemahalan konsumsi, dan tingkat kesulitan wilayah atau daerah geografisnya. Berdasar penelitian penelitin dan pengembangan (litbang) Kemenkes, alokasi dana BOK yang akan digelontorkan bervariasi, mulai Rp 75 juta sampai Rp 250 juta. Dari hasil penelitian litbang tersebut, puskesmas di Jawa dan Bali mendapat BOK rata-rata sebesar Rp 75 juta.

Peruntukan dana BOK ini maksimal 10% untuk perbaikan manajemen kabupaten, dan 5% lainnya untuk pemeliharaan ringan di puskesmas. Sedangkan mayoritas dana BOK yang mencapai 85% harus dialokasikan untuk operasional puskesmas. Misalnya peningkatan akses pelayanan kesehatan, petugas mengunjungi rumah-rumah warga, pelatihan di posyandu, penyuluhan di sekolah, loka karya mini sekali dalam sebulan di Puskesmas dan 3 bulan sekali lintas sektor seperti di kecamatan, dan bisa untuk pemantauan jentik nyamuk.

Esty mengungkapkan dalam pengalokasian dana BOK ini, Dinkes harus hati-hati. Satu kegiatan tidak boleh mendapat kucuran dana dari dua sumber. Dicontohkannya transpor posyandu, bila sudah mendapat alokasi dana dari pemda, Dinkes dilarang mengalokasikan lagi dari BOK. Menurutnya bila dalam pemeriksaan ditemukan ada satu pos yang mendapat kucuran dari dua sumber, maka bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Karena itu perencanaannya harus matang betul,” urainya
Share:

Kemenkes: 957 Anak Idap HIV

Penderita HIV/AIDS di Indonesia kian meningkat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, ada 957 anak mengidap HIV.

Data Kemenkes menunjukkan, ada 14.865 penderita HIV pada tahun 2009 dan 15.275 penderita HIV di tahun 2010. Sedangkan kasus AIDS, ada 3.863 penderita di tahun 2009 dan 4.158 penderita AIDS pada tahun 2010.

"Untuk penderita khususnya anak-anak yang menderita HIV sejauh ini ada 957 anak," kata Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Depkes Tjandra Yoga Adhitama.

Hal ini disampaikan dia saat rapat kerja Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih dan jajarannya dengan Komisi IX DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2011). Tjandra menjawab pertanyaan dari anggota Komisi IX DPR dari F-PAN Jamaluddin Jafar yang menanyakan penanganan kasus HIV/AIDS yang terus meningkat.

Dikatakan dia, telah dibangun 46 klinik di seluruh Indonesia untuk menangani HIV/AIDS pada tahun 2009. Sementara di tahun 2010, telah dibangun 71 klinik.

"Memang masih kurang. Tetapi, kita upayakan akan ada penambahan klinik," ujarnya. Obat HIV/AIDS masih diadakan oleh APBN dan diproduksi di dalam negeri.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menambahkan obat-obat HIV dalam negeri masih ada yang belum lolos.

"Kita mendorong salah satunya, Kimia Farma, kenapa belum qualified oleh WHO. Kalau mereka berhasil obat bisa dibeli oleh rakyat dengan harga murah," kata Endang.

Ia mengatakan, ada program khusus di Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) untuk untuk menangani kasus HIV/AIDS.

"Ada mobil klinik tetapi medannya sulit dan HIV pengobatannya seumur hidup. Ada dugaan, orang-orang di pedalaman main ke kota dan kembali ke pedalaman sehingga tertular," kata Endang.

Dikatakan dia, Papua masih tinggi dalam penyakit AIDS dan malaria. Kemenkes masih terkendala dengan medan.

"AIDS di Papua sudah memasuki masyarakat yang umum. Di sana, ada budaya berganti-ganti pasangan dan pernah ada kasus pembunuhan karena ketahuan HIV positif. Mereka sangat takut mengaku dirinya terkena HIV positif," papar Endang.
Share:

Kemenkes Selidiki Merebaknya Wabah Legionella

Kementerian Kesehatan akan terus menyelidiki dugaan wabah legionella di Bali, setelah dilaporkan ada beberapa turis Australia terkena serangan bakteri tersebut. Bakteri itu menyerang saluran pernapasan sehingga menimbulkan gejala seperti radang paru-paru (pneumonia).
"Tadi pagi tim kami baru datang dari Bali dan akan memeriksa sampelnya di laboratorium di Yogyakarta. Mungkin hasilnya seminggu lagi baru kita ketahui," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, kepada wartawan di sela seminar bertajuk "Implementasi International Health Regulations (IHR)" di Jakarta, Rabu (19/1).
Tjandra Yoga yang pada kesempatan itu didampingi Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menambahkan, selama melakukan penyelidikan atas kemungkinan terjadinya wabah legionella di Bali, Dinas Kesehatan setempat telah melakukan disinfektanisasi terhadap lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat penularan. "Ada dua daerah yang dilakukan disinfektanisasi," ujar Tjandra.
Ia mengungkapkan, pihak Kementerian Kesehatan Australia juga telah menghubungi pihaknya mengenai kemungkinan adanya wabah di Australia lewat jaringan IHR yang diikuti kedua negara. Adanya jaringan itu memang mewajibkan suatu negara untuk melaporkan adanya dugaan kasus wabah agar dapat ditangani dan untuk antisipasi penularan selanjutnya.
"Indonesia sejak 2007 telah mengimplementasikan dokumen IHR, sehingga kasus legionella dengan cepat kita informasikan dan segera diambil tindakan pencegahan agar tidak menimbulkan wabah di masing-masing negara," ucap Tjandra.
Sementara itu, sepuluh orang turis asal Australia telah dipulangkan karena terjangkit penyakit legionella yang merupakan suatu penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri legionella dan menyerang saluran napas di paru-paru.
"Saya dengar, legionella juga menimbulkan outbreak di kampung halaman turis tersebut. Bahkan sudah ada tiga orang yang dinyatakan positif mengidap legionella," tutur Chandra Yoga.
Dijelaskan, legionella merupakan bakteri yang menyerang saluran pernapasan sehingga menimbulkan gejala semacam radang paru-paru. Bakteri itu bisa hidup di dalam air selama beberapa bulan dan sering terdapat dalam cairan sistem pendingin ruangan.
Dari beberapa penelitian, angka kematian akibat penyakit tersebut sekitar 15 persen. Selain menimbulkan peradangan, legionella juga menyerang ginjal, saluran pencernaan, dan sistem saraf.
"Keluhan penderita biasanya batuk yang cukup hebat, tetapi tidak banyak dahak disertai demam yang cukup tinggi.
Selain itu, penderita kelihatan lemah, mengeluh pegal-pegal, sakit perut, mual dan mungkin diare. Pada penderita bisa juga ditemukan penumpukan cairan di selaput paru-parunya," tuturnya.
Lewat foto rontgen dada, menurut Tjandra, akan tampak gambaran seperti pneumonia pada umumnya. Begitu juga pada pemeriksaan dokter. Pada pemeriksaan darah akan ditemukan berbagai kelainan seperti peningkatan jumlah sel darah putih berkisar 10.000-20.000.
Penyebaran bakteri legionella bisa berlangsung sporadis. Jika ditemukan berbagai keluhan seperti yang telah dibahas pada suatu ruangan ber-AC, dianjurkan segera menghubungi dokter karena pengobatan harus dilakukan sedini mungkin. Apabila penyakit dibiarkan berkelanjutan, akan terjadi keterlambatan dalam penanganan yang mungkin bisa berakibat fatal. (Tri Wahyuni)
Share:

Selasa, 18 Januari 2011

Menkes akan Gratiskan Kamar Kelas III, DPR Hujan Interupsi

Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih berencana akan menggratiskan kamar kelas III untuk masyarakat miskin. Atas rencana itu, para anggota Komisi IX DPR hujan interupsi kepada Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning.

"Ini rencana kerja tahun 2011 Kemenkes dalam kegiatan jaminan kesehatan untuk 76,4 juta penduduk miskin. Kelak tidak perlu lagi masyarakat menunjukkan kartu Jamkesmas dan kartu miskin untuk berobat di kelas III," ujar Menkes dalam raker Komisi IX di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2011).

Menkes menuturkan, dengan menggratiskan kamar kelas III, maka masyarakat miskin tidak perlu lagi menunjukkan Jamkesmas. Oleh karena itu, Menkes berharap, DPR mendukung langkahnya yang pro-rakyat itu.

Permintaan Menkes itu mendapatkan kritikan dari anggota DPR. "Kalau digratiskan kita butuh Rp 37 triliun, banyak sekali," ujar Gandung Pardiman dari FPG.

Hujan interupsi pun turun di Komisi IX. Salah satu anggota FPPP Okky Asokawati juga terlihat ikut memberikan interupsi. Ketua Komisi IX RIbka Tjiptaning pun akhirnya menengahi.

"Sudah tidak perlu memperdebatkan siapa yang miskin, ini masih upaya Kemenkes. Yang penting kita mendukung untuk menggratiskan masyarakat yang dirawat di kelas III," kata Ribka.
Share:

Sakit, Menkes Samakan Diri dengan Jenderal Soedirman

Meski mengidap penyakit kanker paru-paru stadium empat, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih tidak pernah terpikir untuk mengundurkan diri. Menkes, sepertinya tak mau kalah dengan pejuang kemerdekaan, Jenderal Sudirman yang tetap memimpin pasukan meski telah divonis sakit.

"Enggak (pernah terpikir mundur). Karena Jenderal Soedirman saja, meski dengan paru sebelah, tetap mimpin perang, ya kan?" katanya kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta (Selasa, 18/1).

Karena mengidap penyakit, Menkes menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden, apakah akan mengangkat wakil menteri kesehatan atau tidak. "Bapak Presiden yang akan nilai perlu atau tidaknya," ungkapnya.

Meski begitu, sepertinya, dia tidak butuh wakil menteri. Karena saat ini dia memiliki Sekretaris Jenderal Kemenkes dan Dirjen Kemenkes yang ia anggap kuat untuk mendampinginya.

Jadi tidak perlu Wakil Menteri? "Kalau bagi saya, akan usahakan supaya targetnya tercapai dengan equal yang ada. Tapi kan penilaian dari luar, UKP4 nilai, Bapak Presiden menilai," jawabnya.

Tapi disebut-sebut kesehatan Anda tidak diperiksa sebelum menjalani fit and proper test? Menkes yang saat diwawancarai sambil berjalan, langung berhenti dan berkata, "Coba kalau Anda baca tentang kanker ini, Anda bisa tahu karakteristik kanker.
Share:

Kamis, 13 Januari 2011

Izin Obat Dari Jepang Baru Dikirim ke Kemenkes Hari Ini


RS Hasan Sadikin (RSHS) baru hari ini mengirimkan surat izin penggunaan obat herbal dari Jepang untuk mengobati kutil yang ada di tubuh Dede Koswara, atau lebih dikenal 'manusia akar'.

Seperti diketahui, ketua pengobatan tradisional asal Jepang, Prof Nobutaka Suzuki, menawarkan obat tersebut untuk digunakan Dede. Namun, hal itu penggunaan obat tersebut memerlukan izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena belum pernah dipakai di Indonesia.

"Izinnya sudah saya tandatangani tadi. Baru dikirim hari ini (ke Kemenkes)," kata Dirut RSHS Bayu Wahyudi, saat ditemui di RSHS, Jalan Pasteur, Senin (10/1/2010).

Dijelaskannya, obat tersebut sudah pernah diujicoba ke hewan dan manusia. Dari hasil ujicoba, obat itu dinilai mampu mengobati kutil.

"Obat ini sudah diuji coba ke hewan dan manusia. Tapi tentu kita ingin yang terbaik. Obat ini harus nunggu izin pengobatan dari Kemenkes," ungkapnya.

Saat disinggung rencana operasi yang bakal dilakukan besok, Bayu mengaku belum mengetahuinya. Namun jika operasi dilakukan, kemungkinan hanya dilakukan untuk menghilangkan sedikit kutil di tubuh Dede.

"Saya belum tahu. Mungkin besok tapi mungkin hanya sebagian operasinya," jelasnya.
Share:

Max Sopacua Bantah Terima Cek Perjalanan dari Rekanan Kemenkes

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua membantah dirinya telah menggunakan cek perjalanan dari Bank Mandiri (Mandiri traveller cheque (MTC)) yang diterimanya dari rekanan Kemenkes saat proyek pengadaan alat rontgen di Kementerian Kesehatan tahun 2007 untuk membeli sebuah mobil bermerk Honda CRV.

Sopacua mengaku dirinya tak pernah menggunakan MTC sebagai alat pembayaran mobil yang dibelinya untuk sang anak yaitu Fernando Supacua.

"Saya membeli mobil itu secara tunai, dua kali pembayaran tanggal 30 Maret (2007) Rp 135 juta dan April untuk melunasi sisa Rp 168 juta. Saya tidak pernah membayar pakai cek mandiri," kata Max saat menjadi saksi bagi terdakwa mantan Sekjen Kemenkes Sjafii Ahmad, di Pengadilan Tipikor, Senin (10/1/2011).

Sebelumnya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max turut menerima cek perjalanan dari rekanan Kemenkes yaitu Budiarto Maliang (Komisaris PT Kimia Farma), yang sudah divonis bersalah dalam proyek pengadaan alat kesehatan di Kemkes pada 2007 silam itu.

Jaksa menyebut nominal jumlah cek perjalanan yang diterima Max mencapai angka Rp 45 juta. Nilai cek perjalanan itu, kata jaksa, sebagian besar digunakan Max untuk melunasi pembelian mobil Honda CRV.

Keterangan Max di persidangan hari ini dipatahkan oleh saksi lainnya yang dihadirkan JPU dalam persidangan, yaitu Andi Priatna. Andi adalah manajer keuangan PT Handijaya Sukatama, sebuah dealer mobil di Sunter, yang menjadi tempat Max membeli mobil itu.

Menurut Andi, dalam kesaksiannya, Max membayar mobil CRV itu dalam tiga tahap, yang mana salah satu tahapnya menggunakan fasilitas MTC.

Pembayaran tahap pertama, kata Andi, terjadi pada tanggal 30 Maret 2007. Max menyerahkan uang sebesar Rp 135 juta secara tunai. "Lalu tahap kedua pada 4 April berupa cek perjalanan Bank Mandiri senilai Rp 15 juta, dan pada 9 April melalui transfer senilai Rp 169,4 juta," tutur Andi.

Perbedaan kesaksian ini mau tak mau membuat jaksa Chusniah yang mempertanyakan kesaksian mana diantara kedua belah saksi yang benar, menunjukkan bukti-bukti yang dimilikinya terkait adanya pembayaran mobil CRV yang dibeli Max dengan menggunakan cek perjalanan.
Share:

PSIKOLOGI - ARTIKEL 80 Persen Anak Indonesia Berpikiran Negatif

Hasil survei Pusat Inteligensia Kesehatan Kementerian Kesehatan menyatakan, mayoritas anak Indonesia berpikiran negatif yang dikategorikan sebagai pola pikir tidak sehat.

"Sebanyak 80 persen dari 3.000 responden menggambarkan cara berpikir negatif atau mental block. Ini adalah bentuk kegagalan pertumbuhan otak dari kecil," kata Kepala Subbidang Pemeliharaan dan Peningkatan Kemampuan Inteligensia Anak Kemenkes Gunawan Bambang seusai temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat kemarin.

Pusat Inteligensia Kesehatan melakukan survei terhadap anak sekolah, dari tingkat SD hingga SMA, untuk mengetahui kondisi perkembangan otak anak Indonesia.

Kondisi pikiran yang serba negatif itu, ujar Gunawan, sebagai salah satu akibat dari "keracunan otak" akibat ulah orangtuanya. "Kondisi yang tidak kondusif. Orangtua pemarah bisa berpengaruh langsung ke kondisi kesehatan otak anak," katanya.

Ia mencontohkan, jika orangtua berbohong atau marah kepada anak, hal itu dapat menyebabkan otak anak menjadi menyusut. Kondisi semacam itu, jika diteruskan, akan mencegah terjadinya pertumbuhan otak normal.

"Ini adalah bentuk kegagalan dari kecil. Sama seperti anak tidak matang dalam merasa, meraba, melihat," ujar Gunawan.

Namun, ia mengatakan, hal itu bukannya tidak dapat diperbaiki. Beberapa perbaikan sensomotorik dapat dilakukan untuk kembali meningkatkan kesehatan dan perkembangan otak.

Kemenkes juga akan melakukan brain assessment kepada pegawai pemerintahan bekerja sama dengan Kementerian Aparatur Negara.

"Mudah-mudahan tahun ini akan kita mulai. Paling tidak akan kita awali tahun ini," kata Kepala Pusat Inteligensia Kesehatan Kemenkes dr Kemas M Akib Aman, SpR, MARS.

Tiga instrumen yang diamati dalam brain assessment itu adalah neuro-behaviour, psikologi dan psikiatri.

Metode yang dikembangkan Pusat Inteligensia Kesehatan ini telah divalidasi pada sejumlah responden di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, dan Nusa Tenggara Barat.

Share:

Eks Pejabat Kemenkes Divonis 2 Tahun Penjara

Mantan pejabat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Edy Suranto divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor terkait kasus korupsi alat rontgen portable tahun 2007. Vonis terhadap Edy ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Edi 4 tahun bui.

"Menyatakan terdakwa tidak terbukti pasal primair, membebaskan menyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama menjatuhkan pidana 2 tahun dan denda 150 juta subsider 3 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim, Herdy Agusten di pengadilan Tipikor, Jl Rasuna Said, Jaksel,
Selasa (11/1/2011).

Edy juga diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider enam bulan kurungan. Edy dikenai pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.

Hal-hal yang memberatkan, Edy tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi dan tidak profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Sedangkan hal-hal yang meringankan, yang bersangkutan belum pernah dipidana, memiliki tanggungan keluarga, sopan dan telah lama mengabdi kepada negara sebagai dokter.

Edy terbukti melakukan perbuatan korupsi dalam pengadaan rontgen portable untuk puskesmas di daerah terpencil pada tahun 2007. Tindakan Edy tersebut dinilai menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 9,4 miliar.

Edy yang saat itu menjabat sebagai Direktur Bina Kesehatan Komunitas Kemenkes terbukti telah menyalahgunakan kewenangan yang dia miliki. Edy dengan kewenangannya, justru memerintahkan panitia pengadaan alat kesehatan rontgen agar memilih produk yang telah menjadi rekanan yaitu PT Kimia Farma Trading and Distribution.

Menanggapi vonis tersebut, Edy melalui kuasa hukumnya Aryopando Wibowo, menyatakan akan tidak akan mengajukan banding. Sementara JPU dari KPK Agus Salim mengaku pikir-pikir terhadap vonis tersebut.
Share:

Buku CPNS 2021

Tryaout CPNS 2021